Pedophilia on the Internet
Oleh
John M.
Deirmenjian, M.D.
A.
Latar Belakang
Internet
menyediakan berbagai kalangan untuk memakainya dan mengunakannya, baik itu
untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak. Namun semua itu disalahkan gunakan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk aksi kejahatannya, seperti
pedofil di internet dan anak-anaklah yang menjadi korban nafsu seksualnya. Jurnal
ini akan membahas 2 model kejahatan seksual di dunia maya, yang pertama model
menggoda berbasis kepercayaan dan model kedua model seksual langsung. Dan didalam
jurnal ini akan dibahas juga bagaimana cara menanganinya dan memberi terapi
kepada pelaku kejahatan tersebut.
B.
Pembahasan
1.
Penjelasan topic
Dalam statistic gangguan mental edisi keempat, orang yang
mengalami gangguan kelainan pedofil ini digambarkan sebagai orang yang
berpengalaman dibidang seksual yang terjadi setidaknya selama 6 bulan
berulang-berulang mengalami fantasi syur, dorongan seksual dan perilaku seksual
yang melibatkan anak-anak pra remaja atau anak yang berusia 13 tahun atau lebih
muda. Dan pelaku pedofil umurnya minimal berusia 16 tahun dan setidaknya 5
tahun lebih tua dari anak-anak yang menjadi korbannya.
Komunikasi online yang digunakan pelaku biasanya berbentuk surat
elektronika (e-mail), chat room, newsgroup, dan media sosial lainnya. Internet berfungsi
sebagai media untuk pedophiles, yang biasanya laki-laki untuk menargetkan
anak-anak yang rentan dengan perilaku seksual mereka. Penguntit pedofilia yang
mengunakan internet sebagai media disebut cyberstalkers.
Fakta membuktikan bahwa lebih dari 45 juta anak di Amerika Serikat
mengunakan media online pada tahun 2002.
2.
Result
Ada 2 model pedofil didunia maya atau media sosial, yaitu:
a.
Trust-Based Seductive Model (Model
Berbasis Menggoda mendapatkan kepercayaan)
Pedofil
yang bertipe model ini adalah pedofil yang berusaha untuk mendapatkan perhatian
dari seorang anak yang telah ia targetkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kepercayaan si anak dan kemudian untuk merayu seorang anak dalam tindakan
seksualnya. Pedofil percaya bahwasanya anak-anak remaja biasanya tunduk pada
tekanan teman sebayanya. Dan oleh karena itu, pelaku pedofil menyamar sebagai
jenis kelamin yang sama dengan korban untuk mendapatkan kepercayaan dari
korban. Dan tidak tanggung-tanggung pelaku pedofil bahkan berpura-pura berada
di kelompok usia yang sama, dengan si anak tidak curiga dan mempertimbangkan pelaku
sebagai rekannya.
Sebagai contoh,
seorang pedofil menargetkan seorang remaja dengan menggodanya melalui permainan
computer dan membujuknya dengan memamerkan koleksi milik pribadinya. Seorang remaja
yang ababil akan tergoda dengan seseorang di ujung percakapannya dan merasa
salut, simpati akan cerita bohong yang telah disampaikan pelaku pedofil melalui
dunia maya.
Ada beberapa
kasus yang pernah terjadi yang berhubungan dengan pelaku pedofil melalui
internet, diantaranya:
1)
Kasus 1
Seorang pria California 48
tahun didakwa dengan kejahatan telah menganiaya 4 orang anak laki-laki. Ketika polisi
memeriksa rumahnya, mereka menyita 5 buah computer, 5 perekam kaset video, hampir
300 kaset video dan ratusan disk computer yang berisi chatting seksual dengan
anak-anak di seluruh negeri yang mengunakan nama kode. Pelaku menargetkan anak
laki-laki yang melarikan diri atau yang memilki masalah dirumah dan sedang
mencari sosok laki-laki dalam hidup mereka. Kemudian dia mengajak anak –anak tersebut
untuk bermain video game disebut “strip
poker” dan berkembang untuk mengambil gambar mereka dan kemudian terlibat dalam
tindakan seksual.
2)
Kasus 2
Seorang pria
Seattle berumur 51 tahun menipu seorang gadis Westchester County 14 tahun melalui
chat room online dengan menyamar sebagai seorang gadis remaja. Setelah mendapatkan
kepercayaan dan berhubungan dengan si anak, dia mengaku bahwa dia adalah
seorang pria dan mulai membuat tawaran seksual. Akhirnya, ia menulis di chat
room tersebut bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk bertemu dan terbang ke New
York dimana ia menyewa sebuah kamar motel. Secara kebetulan, ibu gadis itu
melihat mereka bersama-sama di sebuah pusat perbelanjaan local dan memberitahu
polisi.
b.
Direct Sexual Model (Model Seksual langsung)
Dalam model
ini pelaku pedofil internet mengambil pendekatan langsung daripada dia harus membangun
kepercayan dari si anak. Pendekatan ini biasanya membutuhkan waktu yang singkat
untuk mencapai tujuannya. Komunikasi antara pedofil dan korban secara seksual
sudah berlangsung sejak awal. Pedofil mengunakan papan bulletin internet untuk
perdangangan pornografi anak atau untuk mendapatkan daftar anak-anak yang telah
memilki hubungan sebelumnya dengan pedofil lainnya. Berbeda dengan model
kepercayaan, tujuan pelakunya untuk mengatur pertemuan secara pribadi. Model yang
kedua ini, hanya melakukan perdangangan materi pornografi dan terlibat dalam
percakapan seksual tanpa mengambil hubungan lebih jauh.
Contoh Kasus
Seorang
pria 38 tahun dari Sterling Maryland, mengunakan nama layar “MrFreeEasy” dan “funguy” mengaku terlibat
dalam aksi seks dengan 2 gadis 16 tahun, ia bertemu di ruang chat online. Dia telah
melakukan perjalanan ke Michigan untuk bertemu seorang gadid 13 tahun tetapi
tidak berhubungan seks dengan dia. Kemudian dia tertangkap saat melakukan
pertemuan selanjutnya oleh polisi yang menyamar sebagai anak berusia 12 tahun
di chat onlinenya.
3.
Discussion (Penyelesaian)
a.
Peran terapis professional dalam
penilaian korban anak
Peran terapis
seperti konselor, psikolog dan psikiater sangatlah penting dalam melakukan
penilaian terhadap korbaan pedofil di internet. Jika orang tua telah melihat
perubahan dalam perilaku anaknya, hendaknya mereka dapat mencari bantuan dari
seorang psikolog anak dan psikiater. Seorang terapis yang professional menyadari
perilaku seksual di internet sebagai sumber masalah emosional anak. Biasanya seorang
anak malu menceritakan masalah seks dengan orang disekitarnya termasuk kepada
psikolog itu sendiri. Namun bagi terapis yang professional dididik untuk bisa
melihat atau mendeteksi melalui petunjuk halus bahwasanya anak ini memilki
masalah komunikasi seksual pada internet.
b.
Penilaian klinis pelaku pedofil di internet
Maksudnya disini
adalah seorang terapis akan menemui pasien yang mengalami pedofilia dan
kemungkinan besar mereka akan mengakui perilakunya yang berhubungan dengan
kejahatan seksualnya di internet. Dan seorang terapis tersebut diwajibkan oleh
hukum untuk melaporkan dugaan pelecehan seksual terhadap anak-anak kepada badan
perlindungan anak.
Sering para
terapis professional ditugaskan dalam melakukan penilaian, pengevaluasi
terhadap pelaku pedofilia di internet secara menyeluruh supaya mereka tidak
mengulanginya kembali kelainan dan kejahatan seksual yang pernah mereka
lakukan.
c.
Peran terapis propesional dalam pencegahan pelaku pedofhilia di
internet
Para terapis
yang bertindak sebagai konsultan untuk sekolah bisa mendidik anak-anak, orang
tua, pendidik, dan pihak-pihak yang terkait lainya tentang pedofhilia internet
dan tanda-tanda peringatan atau pelakunya. Demikian juga dengan system peradilan
pidana dapat menugaskan unit khusus untuk menangani kejahatan pedofil internet
atau kejahatan internet lainnya. Dan hendaknya konselor, psikolog, dan
psikiater bisa ikut berparstipasi dalam melakukan kegiatan tersebut.
d.
Metode intervensi pemerintah
Banyak organisasi
yang telah dibuat pemerintah dalam menagani pelaku pedofilia internet. Seperti Federal
Trade Commission membuat undang-undang yang mengharuskan perusahaan-perusahaan
internet untuk mendapatkan izin orang tua sebelum mengizinkan anak dibawah usia
13 tahun memasuki situs World Wide Web yang meminta alamat, nomor telepon, dan
informasi pribadi. The Federal Bureau of Investigation (FBI) juga telah membentuk pasukan polisi cyber untuk melakukan patroli
raya informasi.
4.
Conclusion (Kesimpulan)
Pada abad ke 20 ini telah mebuka jalan untuk internet berkembang
dan memilki dampak besar pada jutaan anak di seluruh dunia. Sebagai pelaku
pedofil mengunakan internet untuk melakukan perilaku kejahatan seksual,
keselamatan anak terhadap kejahatan internet sangatlah penting. Pedofil akan
mengunakan 2 model dalam menjalani kejahatan seksualnya, yaitu model
berdasarkan pendekatan kepercayaan dan pendekatan seksual langsung untuk
menargetkan anak-anak yang lemah atas psikologisnya.
Para terapis sangat berperang penting dalam menilai korban dan
mengevaluasi pelaku. Selain itu, para tarapis yang professional juga bisa
menjadi penghubung untuk penegakan hukum dan kepada public, dengan keahlian memahami pelaku pedofil yang
dimilkinya. Sebuah pendekatan multi disiplin untuk kesadaran masyarakat harus
melibatkan tim terapis professional, badan-badan pemerintahan, media dan
masyarakat.
5.
Analisis
Menurut DSM kriteria pedofillia, yaitu:
a. Berulang, intens dan terjadi selama periode minimal 6 bulan,
fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan
dengan melakukan kontak seksual dengan seorang anak prapurbertas.
b. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut,
atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan
mengalami distress atau masalah interpersonal.
c. Orang yang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan 5 tahun lebih
tua dari anak yang menjadi korbannya.[1]
Menurut Durkin dalam beberapa tahun terakhir, internet memiliki
peran yang semakin besar dalam pedofillia, para pedofil memanfaatkan internet
untuk mengakses pornografi anak dan untuk menghubungi calon-calon korbannya.[2]
Berdasarkan dua kutipan diatas, bahwasanya jurnal yang telah
dibuat oleh John M. Deirmenjian diatas sesuai dengan materi yang telah kita
pelajari, bahwasanya pedofil adalah orang dewasa yang memperoleh kepuasan
seksual melalui kontak fisik dan seksual dengan anak prapurbertas yang tidak
berhubungan dengannya.
Dan sekarang pelaku pedofilia juga memanfaatkan internet dalam
menjalani kejahatan seksualnya, sehingga banyak anak-anak dibawah umur yang
menjadi korban pedofilianya. Seperti contoh kasus yang dikemukakan didalam
jurnal tersebut, itu semua merupakan contoh kasus kejahatan seksual pedofillia
melalui media sosial. Yang mana para pelaku pedofil mengunakan 2 pendekatan
yang telah dijelaskan diatas untuk menjalani aksinya.
Kasus pedofillia tidak hanya terjadi di Negara luar saja, di Indonesia
sekarang juga sedang marak-maraknya kasus pedofillia atau pelecehan seksual
terhadap anak prapubertas. Dan itu terjadi tidak hanya satu atau 2 kali saja,
melainkan sudah hampir tiap hari keluar berita tentang kejahatan seksual
terhadap anak prapubertas.
Peran konselor, psikolog, dan psikiater sangat diperlukan disini,
terutama bagi konselor atau guru pembimbing di sekolah untuk memberikan layanan
bimbingan konseling untuk mencegah terjadi lebih banyak lagi korban dari pedofilia
ini. Dan memberi informasi kepada orang tua anak-anak tersebut supaya lebih
mengawasi dan menjaga anaknya dari pelaku pedofillia atau kejahatan seksual
lainnya, karena tidak hanya pelaku pedofillia saja yang bisa melakukan kejahatan
seksual, jenis gangguan seksual lainnya juga bisa terjadi kepada anak-anak dan
para remaja saat sekarang ini.
Dan juga sebaiknya orang tua lebih mengawasi anaknya dalam
mengunakan internet, terutama mengunakan media sosial. Karena segala bentuk
kejahatan bisa terjadi di dunia internet tersebut, mulai dari chat online, video,
dan gambar serta tulisan-tulisan bisa mempengaruhi daya pikir anak-anak tersebut.
Karena anak-anak merupakan proses peralihan pada masa remaja yang mana mereka
ingin mencari sesuatu yang baru, sesuatu yang belum mereka ketahui termasuk
masalah seks. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku pedofillia untuk
mendapatkan korban untuk melampiaskan nafsu seksualnya.
[1] Gerald Davidson, Psikologi Abnormal, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), hal.623
[2]
Gerald Davidson, Psikologi… hal. 624
Tidak ada komentar:
Posting Komentar