Rabu, 14 Mei 2014

Psikologi Abnormal

Pedophilia on the Internet
Oleh
John M. Deirmenjian, M.D.

A.              Latar Belakang
          Internet menyediakan berbagai kalangan untuk memakainya dan mengunakannya, baik itu untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak. Namun semua itu disalahkan gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk aksi kejahatannya, seperti pedofil di internet dan anak-anaklah yang menjadi korban nafsu seksualnya. Jurnal ini akan membahas 2 model kejahatan seksual di dunia maya, yang pertama model menggoda berbasis kepercayaan dan model kedua model seksual langsung. Dan didalam jurnal ini akan dibahas juga bagaimana cara menanganinya dan memberi terapi kepada pelaku kejahatan tersebut.

B.              Pembahasan
1.    Penjelasan topic
Dalam statistic gangguan mental edisi keempat, orang yang mengalami gangguan kelainan pedofil ini digambarkan sebagai orang yang berpengalaman dibidang seksual yang terjadi setidaknya selama 6 bulan berulang-berulang mengalami fantasi syur, dorongan seksual dan perilaku seksual yang melibatkan anak-anak pra remaja atau anak yang berusia 13 tahun atau lebih muda. Dan pelaku pedofil umurnya minimal berusia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua dari anak-anak yang menjadi korbannya.
Komunikasi online yang digunakan pelaku biasanya berbentuk surat elektronika (e-mail), chat room, newsgroup, dan media sosial lainnya. Internet berfungsi sebagai media untuk pedophiles, yang biasanya laki-laki untuk menargetkan anak-anak yang rentan dengan perilaku seksual mereka. Penguntit pedofilia yang mengunakan internet sebagai media disebut cyberstalkers. Fakta membuktikan bahwa lebih dari 45 juta anak di Amerika Serikat mengunakan media online pada tahun 2002.

2.    Result
Ada 2 model pedofil didunia maya atau media sosial, yaitu:
a.    Trust-Based Seductive Model (Model Berbasis Menggoda mendapatkan kepercayaan)
Pedofil yang bertipe model ini adalah pedofil yang berusaha untuk mendapatkan perhatian dari seorang anak yang telah ia targetkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepercayaan si anak dan kemudian untuk merayu seorang anak dalam tindakan seksualnya. Pedofil percaya bahwasanya anak-anak remaja biasanya tunduk pada tekanan teman sebayanya. Dan oleh karena itu, pelaku pedofil menyamar sebagai jenis kelamin yang sama dengan korban untuk mendapatkan kepercayaan dari korban. Dan tidak tanggung-tanggung pelaku pedofil bahkan berpura-pura berada di kelompok usia yang sama, dengan si anak tidak curiga dan mempertimbangkan pelaku sebagai rekannya.
Sebagai contoh, seorang pedofil menargetkan seorang remaja dengan menggodanya melalui permainan computer dan membujuknya dengan memamerkan koleksi milik pribadinya. Seorang remaja yang ababil akan tergoda dengan seseorang di ujung percakapannya dan merasa salut, simpati akan cerita bohong yang telah disampaikan pelaku pedofil melalui dunia maya.
Ada beberapa kasus yang pernah terjadi yang berhubungan dengan pelaku pedofil melalui internet, diantaranya:
1)     Kasus 1
Seorang pria California 48 tahun didakwa dengan kejahatan telah menganiaya 4 orang anak laki-laki. Ketika polisi memeriksa rumahnya, mereka menyita 5 buah computer, 5 perekam kaset video, hampir 300 kaset video dan ratusan disk computer yang berisi chatting seksual dengan anak-anak di seluruh negeri yang mengunakan nama kode. Pelaku menargetkan anak laki-laki yang melarikan diri atau yang memilki masalah dirumah dan sedang mencari sosok laki-laki dalam hidup mereka. Kemudian dia mengajak anak –anak tersebut untuk bermain video game  disebut “strip poker” dan berkembang untuk mengambil gambar mereka dan kemudian terlibat dalam tindakan seksual.
2)     Kasus 2
Seorang pria Seattle berumur 51 tahun menipu seorang gadis Westchester County 14 tahun melalui chat room online dengan menyamar sebagai seorang gadis remaja. Setelah mendapatkan kepercayaan dan berhubungan dengan si anak, dia mengaku bahwa dia adalah seorang pria dan mulai membuat tawaran seksual. Akhirnya, ia menulis di chat room tersebut bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk bertemu dan terbang ke New York dimana ia menyewa sebuah kamar motel. Secara kebetulan, ibu gadis itu melihat mereka bersama-sama di sebuah pusat perbelanjaan local dan memberitahu polisi.

b.    Direct Sexual Model (Model Seksual langsung)
Dalam model ini pelaku pedofil internet mengambil pendekatan langsung daripada dia harus membangun kepercayan dari si anak. Pendekatan ini biasanya membutuhkan waktu yang singkat untuk mencapai tujuannya. Komunikasi antara pedofil dan korban secara seksual sudah berlangsung sejak awal. Pedofil mengunakan papan bulletin internet untuk perdangangan pornografi anak atau untuk mendapatkan daftar anak-anak yang telah memilki hubungan sebelumnya dengan pedofil lainnya. Berbeda dengan model kepercayaan, tujuan pelakunya untuk mengatur pertemuan secara pribadi. Model yang kedua ini, hanya melakukan perdangangan materi pornografi dan terlibat dalam percakapan seksual tanpa mengambil hubungan lebih jauh.
Contoh Kasus
Seorang pria 38 tahun dari Sterling Maryland, mengunakan nama layar  “MrFreeEasy” dan “funguy” mengaku terlibat dalam aksi seks dengan 2 gadis 16 tahun, ia bertemu di ruang chat online. Dia telah melakukan perjalanan ke Michigan untuk bertemu seorang gadid 13 tahun tetapi tidak berhubungan seks dengan dia. Kemudian dia tertangkap saat melakukan pertemuan selanjutnya oleh polisi yang menyamar sebagai anak berusia 12 tahun di chat onlinenya.

3.    Discussion (Penyelesaian)
a.    Peran terapis  professional dalam penilaian korban anak
Peran terapis seperti konselor, psikolog dan psikiater sangatlah penting dalam melakukan penilaian terhadap korbaan pedofil di internet. Jika orang tua telah melihat perubahan dalam perilaku anaknya, hendaknya mereka dapat mencari bantuan dari seorang psikolog anak dan psikiater. Seorang terapis yang professional menyadari perilaku seksual di internet sebagai sumber masalah emosional anak. Biasanya seorang anak malu menceritakan masalah seks dengan orang disekitarnya termasuk kepada psikolog itu sendiri. Namun bagi terapis yang professional dididik untuk bisa melihat atau mendeteksi melalui petunjuk halus bahwasanya anak ini memilki masalah komunikasi seksual pada internet.
b.    Penilaian klinis pelaku pedofil  di internet
Maksudnya disini adalah seorang terapis akan menemui pasien yang mengalami pedofilia dan kemungkinan besar mereka akan mengakui perilakunya yang berhubungan dengan kejahatan seksualnya di internet. Dan seorang terapis tersebut diwajibkan oleh hukum untuk melaporkan dugaan pelecehan seksual terhadap anak-anak kepada badan perlindungan anak.
Sering para terapis professional ditugaskan dalam melakukan penilaian, pengevaluasi terhadap pelaku pedofilia di internet secara menyeluruh supaya mereka tidak mengulanginya kembali kelainan dan kejahatan seksual yang pernah mereka lakukan.

c.     Peran terapis propesional dalam pencegahan pelaku pedofhilia di internet
Para terapis yang bertindak sebagai konsultan untuk sekolah bisa mendidik anak-anak, orang tua, pendidik, dan pihak-pihak yang terkait lainya tentang pedofhilia internet dan tanda-tanda peringatan atau pelakunya. Demikian juga dengan system peradilan pidana dapat menugaskan unit khusus untuk menangani kejahatan pedofil internet atau kejahatan internet lainnya. Dan hendaknya konselor, psikolog, dan psikiater bisa ikut berparstipasi dalam melakukan kegiatan tersebut.
d.    Metode intervensi pemerintah
Banyak organisasi yang telah dibuat pemerintah dalam menagani pelaku pedofilia internet. Seperti Federal Trade Commission membuat undang-undang yang mengharuskan perusahaan-perusahaan internet untuk mendapatkan izin orang tua sebelum mengizinkan anak dibawah usia 13 tahun memasuki situs World Wide Web yang meminta alamat, nomor telepon, dan informasi pribadi. The Federal Bureau of Investigation  (FBI) juga telah membentuk pasukan polisi cyber untuk melakukan patroli raya informasi.

4.    Conclusion (Kesimpulan)
Pada abad ke 20 ini telah mebuka jalan untuk internet berkembang dan memilki dampak besar pada jutaan anak di seluruh dunia. Sebagai pelaku pedofil mengunakan internet untuk melakukan perilaku kejahatan seksual, keselamatan anak terhadap kejahatan internet sangatlah penting. Pedofil akan mengunakan 2 model dalam menjalani kejahatan seksualnya, yaitu model berdasarkan pendekatan kepercayaan dan pendekatan seksual langsung untuk menargetkan anak-anak yang lemah atas psikologisnya.
Para terapis sangat berperang penting dalam menilai korban dan mengevaluasi pelaku. Selain itu, para tarapis yang professional juga bisa menjadi penghubung untuk penegakan hukum dan kepada public,  dengan keahlian memahami pelaku pedofil yang dimilkinya. Sebuah pendekatan multi disiplin untuk kesadaran masyarakat harus melibatkan tim terapis professional, badan-badan pemerintahan, media dan masyarakat.

5.    Analisis
Menurut DSM kriteria pedofillia, yaitu:
a.     Berulang, intens dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan melakukan kontak seksual dengan seorang anak prapurbertas.
b.    Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan mengalami distress atau masalah interpersonal.
c.     Orang yang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan 5 tahun lebih tua dari anak yang menjadi korbannya.[1]

Menurut Durkin dalam beberapa tahun terakhir, internet memiliki peran yang semakin besar dalam pedofillia, para pedofil memanfaatkan internet untuk mengakses pornografi anak dan untuk menghubungi calon-calon korbannya.[2]
Berdasarkan dua kutipan diatas, bahwasanya jurnal yang telah dibuat oleh John M. Deirmenjian diatas sesuai dengan materi yang telah kita pelajari, bahwasanya pedofil adalah orang dewasa yang memperoleh kepuasan seksual melalui kontak fisik dan seksual dengan anak prapurbertas yang tidak berhubungan dengannya.
Dan sekarang pelaku pedofilia juga memanfaatkan internet dalam menjalani kejahatan seksualnya, sehingga banyak anak-anak dibawah umur yang menjadi korban pedofilianya. Seperti contoh kasus yang dikemukakan didalam jurnal tersebut, itu semua merupakan contoh kasus kejahatan seksual pedofillia melalui media sosial. Yang mana para pelaku pedofil mengunakan 2 pendekatan yang telah dijelaskan diatas untuk menjalani aksinya.

Kasus pedofillia tidak hanya terjadi di Negara luar saja, di Indonesia sekarang juga sedang marak-maraknya kasus pedofillia atau pelecehan seksual terhadap anak prapubertas. Dan itu terjadi tidak hanya satu atau 2 kali saja, melainkan sudah hampir tiap hari keluar berita tentang kejahatan seksual terhadap anak prapubertas.
Peran konselor, psikolog, dan psikiater sangat diperlukan disini, terutama bagi konselor atau guru pembimbing di sekolah untuk memberikan layanan bimbingan konseling untuk mencegah terjadi lebih banyak lagi korban dari pedofilia ini. Dan memberi informasi kepada orang tua anak-anak tersebut supaya lebih mengawasi dan menjaga anaknya dari pelaku pedofillia atau kejahatan seksual lainnya, karena tidak hanya pelaku pedofillia saja yang bisa melakukan kejahatan seksual, jenis gangguan seksual lainnya juga bisa terjadi kepada anak-anak dan para remaja saat sekarang ini.
Dan juga sebaiknya orang tua lebih mengawasi anaknya dalam mengunakan internet, terutama mengunakan media sosial. Karena segala bentuk kejahatan bisa terjadi di dunia internet tersebut, mulai dari chat online, video, dan gambar serta tulisan-tulisan bisa mempengaruhi daya pikir anak-anak tersebut. Karena anak-anak merupakan proses peralihan pada masa remaja yang mana mereka ingin mencari sesuatu yang baru, sesuatu yang belum mereka ketahui termasuk masalah seks. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku pedofillia untuk mendapatkan korban untuk melampiaskan nafsu seksualnya.



[1] Gerald Davidson, Psikologi Abnormal, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal.623
[2] Gerald Davidson, Psikologi… hal. 624

Tidak ada komentar:

Posting Komentar